Kerikil, Surabaya – Transformasi peran jurnalis di era digital kini menjadi sorotan utama. Pakar komunikasi Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, Dr. Dra. Zulaika, M.Si, menekankan bahwa jurnalis tidak lagi cukup hanya menjadi produsen berita, melainkan harus mengambil peran sebagai edukator yang aktif berinteraksi dengan masyarakat.
“Ini keren ya, karena penggagasnya adalah wartawan. Wartawan yang nantinya akan turun langsung ke masyarakat untuk menjelaskan literasi digital,” ujar Zulaika dalam rilis resmi Rumah Literasi Digital (RLD) Surabaya, Rabu (27/8/2025).
Menurut Zulaika, pola lama jurnalisme yang hanya menyampaikan informasi satu arah kini sudah tidak relevan. Ia menekankan perlunya membangun komunikasi dialogis.
“Kalau masyarakat nggak paham, bisa langsung bertanya. Ini menjadikan komunikasi dua arah, bukan hanya menyampaikan informasi sepihak seperti selama ini,” tambahnya.
Zulaika juga menyoroti derasnya arus informasi digital, di mana konten viral seringkali hanya berupa satu paragraf tanpa kedalaman. Ia menegaskan, jurnalis dituntut menyajikan informasi yang ringkas, akurat, dan utuh.
Selain itu, jurnalis juga harus mampu membedakan konten media sosial pribadi dengan produk jurnalistik profesional yang berbasis etika dan kelembagaan.
Sementara itu, Dr. Drs. Harliantara, M.Si menekankan bahwa program literasi digital harus menyasar Generasi Z sebagai prioritas utama. Generasi ini dinilai sebagai pengguna digital paling aktif, namun juga paling rentan terhadap hoaks.
“Kemampuan membedakan informasi benar dan salah bergantung pada pengetahuan, niat memverifikasi, dan daya pikir kritis,” jelas Harliantara.
Ia mengakui bahwa hoaks tidak akan pernah benar-benar hilang, namun penyebaran informasi positif bisa menjadi penyeimbang. Karena itu, Harliantara menekankan pentingnya kontinuitas program literasi digital pemerintah agar tidak berhenti hanya karena keterbatasan anggaran.
Koordinator Rumah Literasi Digital (RLD) Surabaya, Fathur atau yang akrab disapa Parto, menyampaikan apresiasi atas kehadiran para pakar dalam kegiatan literasi. Menurutnya, literasi digital sudah menjadi keterampilan dasar yang wajib dimiliki setiap individu.
“Masyarakat saat ini hidup di era banjir informasi. Informasi datang silih berganti, tapi di saat yang sama, misinformasi dan hoaks juga mudah menyebar,” katanya.
Fathur berharap RLD Surabaya dapat menjadi pusat edukasi digital bagi masyarakat, tidak hanya untuk jurnalis, tetapi juga pelajar, komunitas, hingga masyarakat umum.
“Kami ingin literasi digital bisa menjadi keterampilan yang aman, kritis, sekaligus kreatif,” pungkasnya.
Diskusi ini berlangsung dalam acara “Jagongan Bareng” yang digelar RLD Surabaya pada Selasa (26/8/2025), di markasnya Jalan Kacapiring No. 6, Surabaya.
Kegiatan menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Dra. Zulaika, M.Si dan Dr. Harliantara, M.Si, dengan fokus memperkuat peran jurnalis dalam penyuluhan literasi digital di tengah tantangan media sosial yang semakin kompleks. (*)