Kerikil.id, Cirebon – Jika Cirebon dikenal dengan batik mega mendung dan Keraton Kasepuhan, maka urusan lidah, tahu gejrot adalah jawabannya. Kuliner sederhana berbahan tahu goreng ini perlahan naik kelas, dari jajanan pinggir jalan menjadi ikon wisata kuliner yang diburu wisatawan.
Di kawasan wisata Cirebon, tahu gejrot kini tak hanya dijajakan dengan pikulan kayu. Sejumlah pelaku UMKM mulai mengemasnya lebih modern tanpa meninggalkan cita rasa otentik. Namun satu hal tetap sama: kuah khas dari gula aren, asam jawa, bawang, dan cabai yang diulek dadakan.
“Wisatawan sekarang justru mencari yang asli. Mereka ingin lihat cara ngulek, dengar bunyi ‘gejrot’-nya, dan merasakan sensasi pedas segarnya,” ujar Rina (34), pelaku UMKM tahu gejrot yang rutin berjualan di kawasan wisata .
Popularitas tahu gejrot ikut terdongkrak oleh media sosial. Banyak konten kreator menjadikan proses penyajiannya sebagai daya tarik visual. Tanpa disadari, jajanan tradisional ini menjadi duta kuliner yang memperkenalkan Cirebon ke khalayak luas.
Dinas pariwisata setempat pun mulai melirik potensi ini. Tahu gejrot dinilai memiliki kekuatan sebagai kuliner khas berbasis ekonomi rakyat. Modal kecil, bahan lokal, dan pasar yang luas membuatnya ideal untuk dikembangkan sebagai produk UMKM unggulan.
Di tengah gempuran makanan modern, tahu gejrot justru membuktikan bahwa kejujuran rasa lebih abadi dari tren. Selama gula aren tetap cair dan cobek batu terus digunakan, tahu gejrot akan tetap berdiri sebagai rasa khas Cirebon yang sederhana, merakyat, dan membanggakan. (*)
